Perjalanan Ke Semarang Di Tengah Pandemi Corona

by - April 15, 2020



Jujur, sebenarnya saya malas menuliskan hal-hal yang terkait dengan virus Corona. Karena virus ini udah bikin semuanya jadi serba semrawut. Virus ini sudah mengubah kehidupan semua orang. Tapi karena hari ini saya lagi bosen akut dan pengen ngeblog, makanya saya mau nulis yang nyerempet dikit sama corona.

Bagi saya pribadi, virus ini sebenarnya sudah bikin heboh dunia persilatan sejak bulan Januari 2020. Ceritanya kampus saya berencana untuk mengadakan KKL yang diperuntukkan bagi mahasiswa program pasca sarjana. Tempat tujuan KKLnya adalah Malaysia dan Singapura. Rencana ini sudah dibahas sejak bulan Desember 2019 dan akan berangkat pada pertengahan bulan April 2020. 

Semua sudah dipersiapkan, mulai dari paspor hingga biro travel yang ditunjuk untuk memudahkan kegiatan. Awal bulan januari para peserta sudah membayar 30% dari total biaya KKL. Namun kemudian pada akhir bulan Januari kami mulai mengamati perkembangan virus corona yang sudah sampai ke Malaysia dan Singapura. 

Di awal bulan Februari pihak kampus sudah mulai merekomendasikan untuk menunda kegiatan KKL karena kayaknya sih ke depannya bakal makin serius. Tapi pihak biro travel masih saja ngeyel nggak mau mengurus dengan serius proses penundaannya karena mereka masih menganggap belum ada travel warning ke Malaysia dan Singapura. 


Yah..pokoknya gitulah, sejak bulan februari kami itu udah gelut sama travel agent yang nuntut pembayaran 50% jika kami membatalkan rencana KKL. Endingnya KKL ini tetap batal dan kami belum dapat info yang jelas terkait pengembalian uang yang sudah dibayarkan ke biro. Dari kampus sih udah ngasih solusi untuk diikhlaskan saja uangnya daripada capek gelut terus sama pihak biro travel. Dan sepertinya itu memang solusi terbaik daripada malah stres mikirin duit yang enggak balik. Ikhlasin aja, insyaAllah bakal ada pengganti rejeki yang lebih dari Allah.

Selain KKL yang batal dilaksanakan di bulan April dan masih belum jelas bagaimana bentuk tugas penggantinya nanti, metode kuliah juga diubah menjadi kuliah online sejak tanggal 16 Maret 2020. Jadi hari ini udah genap sebulan saya cuma di rumah aja menjalani rutinitas kuliah online sekaligus jadi guru buat anak-anak saya yang juga harus sekolah di rumah. Selama hampir sebulan kemarin saya beneran cuma diam di rumah sama anak-anak dan nggak keluar rumah sama sekali. Urusan belanja kebutuhan buat makan, suami yang pergi belanja sendirian. Kantor suami juga menerapkan wfh, tapi sesekali ada tugas piket sehingga suami bisa sekalian belanja keluar.

Meskipun cuma diem di rumah, tapi saya tetep memantau perkembangan berita terkait corona ini via media sosial. Dan terakhir kemarin saya baca info kalau semarang yang merupakan kota tempat saya menuntut ilmu, itu udah ditetapkan sebagai zona merah. Terus saya jadi mikir , kira-kira bakal lama enggak ya pandemi ini? kalau lama, sebaiknya saya tetap bayar sewa kos apa evakuasi barang aja ke Jogja?


Nah..daripada spekulasi akhirnya saya putuskan untuk mengevakuasi saja barang-barang saya yang masih tertinggal di kos untuk diangkut ke Jogja. Apalagi biaya sewa kos saya bakalan habis di akhir bulan April ini. Saya pikir kalau di bulan Mei saya harus perpanjang bayar sewa kos untuk 3 bulan lagi tapi kosnya nggak pernah ditempati, rugi jugakan bayarnya.


Sejak awal April saya udah nimbang-nimbang sama suami, gimana nih mau diangkut enggak barangnya. Tapi kalo mau angkut, gimana caranya? Soalnya ada sepeda motor juga yang harus dibawa pulang. Padahal lagi pandemi Corona, dan semarang masuk zona merah. Ada rasa takut juga sih, apalagi saya udah sebulan nggak pernah keluar rumah. 


Kemudian kami putuskan untuk mengangkut barang dengan menggunakan mobil pribadi, dan minta tolong sama adik laki-laki saya buat naikin sepeda motornya dari semarang ke Jogja. Anak-anak sementara bakal kami titipkan ke rumah ibu mertua. Kebetulan barang-barang saya juga cuma tinggal sedikit, hanya tersisa baju sebanyak 1 koper dan 1 tas traveling. Sebagian barang memang udah mulai saya cicil diangkut ke Jogja pada akhir bulan Januari 2020. Hal ini karena menurut jadwal, kuliah saya berakhir di bulan April. Setelah itu saya tinggal penelitian dan menyusun tesis.


Saat memutuskan untuk melakukan perjalanan ke Semarang pada minggu kemaren, kami merencanakan semuanya dengan matang. Udah dibikin rambu-rambu keamanan buat kami bertiga. Untuk makanan pun kami bawa bekal dari rumah, untuk dimakan di dalam mobil. Tujuannya langsung ke tempat kos tanpa mampir-mampir. Habis itu langsung balik ke Jogja, juga tanpa mampir-mampir. Buat adik yang naik sepeda motor pulangnya juga harus pakai pelindung yang lengkap. Mulai masker, kacamata, sarung tangan, jaket, sepatu, bahkan tadinya mau saya suruh pakai jas hujan. Tapi adek saya nggak mau. Katanya panas.


Lalu kami juga nyusun rencana bahwa begitu sampai jogja, motor dan mobil harus segera dibawa ke tempat cucian kendaraan. Lalu kami bertiga langsung menuju ke rumah saya di Bantul untuk segera mandi dan membersihkan diri serta ganti baju yang bersih. Baru deh, setelah semua bersih, adek saya dianter pulang dan kami akan menjemput anak-anak di rumah ibu mertua.


Setelah semua rencana disusun dengan detail, kami putuskan berangkat ke semarang pada hari jumat pagi. Kami berangkat bakda subuh supaya nanti pulangnya tidak terlalu siang sehingga bisa sholat dhuhur di Jogja. Tidak perlu mampir cari masjid di perjalanan. Jujur, virus corona ini beneran bikin saya parno buat mampir-mampir selama perjalanan.


Ternyata perjalanan dari Jogja menuju Semarang kali ini benar-benar terasa lain. Jalanan yang biasanya macet dan ramai tampak lengang. Kami melewati jalur Magelang - Secang - Ambarawa menuju Semarang. Hanya butuh waktu 2 jam saja untuk bisa tiba di tempat kos saya di Semarang. Sepanjang perjalanan saya amati, udaranya juga semakin bersih. Meskipun saya hanya bisa melihat pemandangan dari balik kaca mobil. Nggak ada macet sama sekali, suami juga bisa nyetir dengan santai tanpa stres. Amazing...Seandainya saja jalanan tetap nyaman seperti ini tanpa ada virus Corona, pasti bumi bakal bahagia setiap hari. 


Singkat cerita, begitu sampai tempat kos saya langsung membereskan semua barang saya kemudian pamit ibu kos via WA tanpa tatap muka dan segera melanjutkan perjalanan pulang lagi ke Jogja. Adik saya langung cuss, melesat berangkat duluan naik sepeda motor. Tepat jam 12 siang kami udah nyampe Jogja lagi dengan selamat. Kemudian langsung mampir ke tempat cucian kendaraan, dan menjalankan semua protokol yang sudah kami rencanakan. Untung adek saya itu juga manutan, disuruh pake masker terus juga nurut. Pokoknya apa yang saya bilang, dia nurut. Karena saya juga nggak ingin adek saya pulang bawa virus ke rumah, dimana ada mama saya yang tinggal serumah sama adek. Kami semua udah berkomitmen untuk bener-bener jaga kesehatan demi kebaikan semuanya. Selain itu, ikhtiar doa dan dzikir juga saya lakukan. Sebisa mungkin saya usahakan baca Al Ma'surat tiap pagi dan petang untuk mohon perlindungan kepada Allah. Kalau doa dan usaha sudah dimaksimalkan, hasilnya sepenuhnya kita serahkan kepada Allah.


Pulang dari Semarang, kemarin saya sempat mengalami gejala psikosomatis. Seperti tiba-tiba merasa serak kayak mau batuk. Dan emang rasanya di tenggorokan itu kayak ada yang mengganjal. Padahal selama perjalanan ya cuma mampir di tempat kos aja, nggak mampir kemana-mana. Solusinya tiap malem sebelum tidur rutin saya kumurin pake air garam. Pagi hari saya minumin lemon campur madu. Alhamdulilah setelah 3 hari tenggorokan saya kembali terasa nyaman lagi. 


Well, meskipun pengalaman perjalanan ke Semarang kemaren terasa lancar dan nyaman tapi kalo disuruh ngulang lagi selama masih masa pandemi, saya enggak mau. Saya mending tetep di rumah aja kalau nggak ada kepetingan yang mendesak. Dan pola hidup kayak gini, lama-lama nyaman juga kok. Bisa ngurangin polusi udara, nggak bikin macet dan hemat BBM. Dulu saat semuanya masih normal, merasa bosen dikit saya bakalan jalan-jalan keluar sama anak-anak. Entah jalan-jalan ke tempat wisata atau makan di luar. Tapi sekarang saya nggak pernah lagi jalan-jalan or makan di luar. Tiap hari masak sendiri dan ternyata lebih hemat buat dompet. 


Virus Corona ini memang bencana, tapi dibalik bencana pasti ada banyak pelajaran yang bisa diambil. Salah satunya gaya hidup baru bagi keluarga saya. Enggak usah keluar rumah kalau nggak penting banget. Menerapkan pola hidup sehat, seperti rajin cuci tangan. Masak sendiri tiap hari yang hasilnya jadi lebih banyak uang yang bisa disaving dan lebih banyak digunakan untuk berbagi ke sesama daripada buat seneng-seneng sendiri.

Semoga pandemi ini segera berakhir dan kita semua bisa melaluinya dengan kondisi sehat dan selamat. Saat kehidupan kembali normal, semoga gaya hidup positif ini juga tetap bisa kami terapkan hingga seterusnya.


You May Also Like

0 comments

Terimakasih Teman-Teman Semua Atas Komentarnya :)