Perubahan Iklim Yang Aku Rasakan, Mendorongku Untuk Memulai Hidup Minim Karbon Demi Selamatkan Bumi
by
Arifah Wulansari
- April 20, 2022
"Perubahan iklim itu nyata, yang tidak nyata adalah langkah-langkah yang harus dilakukan"
Isu tentang perubahan iklim sudah saya dengar sejak tahun 1980-an. Kala itu saya masih duduk di bangku SD. Isu yang saya dengar adalah suhu bumi akan semakin panas, kemudian es di Kutub mencair dan banyak daratan yang tenggelam. Dalam benak saya saat itu, perubahan iklim merupakan suatu hal yang diprediksi akan terjadi di masa depan dan waktu terjadinya masih sangat lama. Mungkin saat hal itu terjadi saya sudah tidak lagi hidup di muka bumi ini.
Namun faktanya kini saat usia saya masih kepala tiga, fase nyata perubahan iklim sudah terjadi. Sejumlah fenomena alam seperti mulai turunnya salju di Gurun Sahara, tingginya laju pencairan es di Kutub Utara dan Selatan, naiknya permukaan air laut, hingga suhu bumi yang kian menghangat, merupakan dampak serius akibat pemanasan global. Ternyata tak perlu menunggu waktu lama, kini saya sudah bisa merasakan dampak nyata dari perubahan iklim.
![]() |
Perubahan iklim itu nyata |
Saya tinggal di Provinsi DIY. Sekitar tahun 1980 - 1990an saya menghabiskan masa kecil saya dengan bertempat tinggal di Kabupaten Sleman tak jauh dari Gunung Merapi. Kala itu saya masih bisa merasakan sejuknya udara dingin khas pegunungan. Saat berangkat sekolah dengan diboncengkan sepeda motor oleh bapak di pagi hari, saya masih bisa merasakan suasana udara berkabut tebal di sepanjang perjalanan menuju sekolah. Namun kini, suasana semacam itu sudah jarang terjadi. Suhu udara di Sleman kini hampir sama panasnya dengan suhu udara di Bantul yang lebih dekat dengan pantai.
![]() |
Fenomena hujan es terjadi di Sleman |
![]() |
Sumber data infografis : Media Indonesia |
Climate change is real, denial is deadly. Jika alam sudah memberikan tanda seperti ini apakah kita masih mau abai dan tidak perduli dengan isu perubahan iklim? Jangan sampai kejadian fiksi yang digambarkan di dalam film Don't Look Up menjadi kenyataan. Film tersebut menggambarkan kondisi dimana mayoritas masyarakat serta pemerintah abai terhadap peringatan yang diberikan oleh seorang ilmuwan tentang prediksi bencana yang akan menimpa bumi. Bukannya berusaha melakukan upaya pencegahan, tapi mereka malah menjadikan prediksi itu sebagai lelucon. Akhirnya bencana itu benar-benar terjadi dan membawa kehancuran. Naudzubillah Min Dzalik...Semoga kita dijauhkan dari bencana akibat perubahan iklim.
Tentang Perubahan Iklim
Perubahan iklim merupakan berubahnya kondisi fisik atmosfer bumi antara lain suhu dan distribusi curah hujan yang membawa dampak luas bagi berbagai sektor kehidupan manusia. Perubahan fisik ini tidak hanya terjadi sesaat saja , namun dalam kurun waktu yang panjang.
Terjadinya perubahan iklim disebabkan karena efek gas rumah kaca. Peningkatan suhu bumi yang signifikan mulai berlangsung sejak terjadinya revolusi industri yaitu ketika manusia mulai membakar bahan bakar fosil dalam jumlah besar untuk menjalankan pabrik sehingga melepaskan CO2 dan gas rumah kaca lainnya ke atmosfer. Meningkatnya konsentrasi gas CO2 serta gas - gas lainnya di atmosfer menyebabkan efek gas rumah kaca yang memicu terjadinya perubahan iklim.
![]() |
Manusia adalah penyebab meningkatnya suhu bumi |
Bumi kini semakin panas. Berdasarkan laporan dari Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) pada tahun 2021, sejak tahun 1970-an, suhu permukaan global telah meningkat lebih cepat daripada periode 50 tahun lain selama 2000 tahun terakhir. Kenaikan suhu global sejak sekitar tahun 1970 hingga 2021 meningkat 2 kali lebih cepat daripada periode sebelumnya. Tidak bisa dipungkiri lagi bahwa manusialah yang menjadi penyebab meningkatnya suhu di atmosfer, lautan serta daratan.
![]() |
Tren Perubahan Suhu tahun 1850 - 2021. Sumber : Wikipedia |
Seorang kawan yang tinggal di daerah pesisir kawasan pantura Jawa Tengah, sudah merasakan dampak nyata dari perubahan iklim berupa naiknya permukaan air laut. Rumah kawan saya ini berkali-kali terkena banjir akibat air pasang yang menenggelamkan rumahnya hingga setinggi dada orang dewasa. Area persawahan di sekitar rumahnya kini juga telah berubah menjadi rawa-rawa. Untuk persoalan kenaikan permukaan air laut ini, para ahli telah meramalkan bahwa kenaikan permukaan air laut hingga 2 meter di akhir abad ini tak bisa dihindarkan lagi.
![]() |
Mampukan kita menekan kenaikan suhu dibawah 1,5 derajat celcius ? |
Perjanjian iklim di Paris pada tahun 2015 yang dihadiri oleh negara-negara di seluruh dunia, telah menyepakati untuk menjaga kenaikan suhu global di bawah 2 derajat Celcius pada abad ini dan melanjutkan untuk menekan kenaikan dibawah 1,5 derajat celcius. Target ini bisa tercapai apabila upaya pengurangan karbon besar-besaran nyata dilakukan. Apabila dunia sampai gagal menjaga kenaikan suhu rata-rata global hingga 1,5 derajat celcius maka siapakah yang akan merasakan dampak krisis iklim di masa depan? Tentunya kita yang masih muda serta anak-anak kita di masa depanlah yang akan merasakan dampak perubahan iklim yang lebih buruk lagi dari sekarang. Lalu apa yang bisa kita lakukan?
Mengurangi Jejak Karbon
Meningkatnya konsentrasi gas karbondioksida serta gas - gas lainnya di atmosfer yang menyebabkan efek gas rumah kaca merupakan penyebab utama perubahan iklim. Senyawa karbondioksida ini paling banyak dihasilkan oleh aktivitas manusia serta industri. Sebagai individu, dalam kehidupan sehari - hari kita semua juga turut andil dalam menghasilkan gas karbondioksida yang mempengaruhi iklim dunia secara negatif. Jumlah emisi atau gas rumah kaca yang dihasilkan dari berbagai aktivitas manusia dalam kurun waktu tertentu dikenal dengan istilah jejak karbon.
Sebelum saya menuliskan tentang kontribusi yang bisa saya lakukan #UntukmuBumiku sebagai wujud keperdulian saya terhadap isu perubahan iklim, saya mencoba menghitung jejak karbon pribadi saya dengan menggunakan kalkulator jejak karbon dari PBB. Hasil perhitungannya sebagai berikut :
![]() |
My annual household footprint |
Mengurangi Foods Carbon Footprint
Berdasarkan hasil penelitian yang dimuat dalam Jurnal Science di tahun 2018, disebutkan bahwa sistem makanan berkontribusi sekitar 26% dari total emisi gas rumah kaca (GRK) di dunia. Wah..ternyata makanan dan minuman yang kita konsumsi sehari - hari juga mengeluarkan emisi karbon. Dijelaskan bahwa emisi yang dihasilkan secara langsung pada makanan berasal dari pengoperasian peralatan pertanian, proses transportasi produk ke pasar, dan emisi tidak langsung yang berasal dari kegiatan penggantian fungsi lahan, misalnya dari padang rumput atau hutan menjadi lahan pertanian. Itulah sebabnya, kenapa produksi makanan menjadi salah satu kunci potensial mitigasi atau pencegahan dari perubahan iklim dunia.
![]() |
Proporsi total emisi gas rumah kaca dari makanan |
Dari sisi produsen makanan, ada banyak sekali praktek yang bisa diterapkan untuk menurunkan emisi karbon pada fase produksi makanan, salah satu contohnya dengan menerapkan pertanian organik. Nah, di sisi konsumen kita juga bisa melakukan aksi nyata untuk mengurangi jejak karbon dari piring kita yaitu :
1. Mengurangi kosumsi daging merah
Berdasarkan referensi, jenis makanan dari hewan seperti daging sapi dan domba mempunyai emisi karbon yang lebih besar daripada emisi karbon yang dihasilkan oleh jenis makanan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan. Sebagai contoh adalah daging sapi yang memiliki kadar emisi gas rumah kaca 10 - 20 kali lebih besar dari kacang-kacangan per Kg nya.
![]() |
Sumber data : miss-ocean.com |
Maka dari itu saya perlahan - lahan mengurangi konsumsi daging sapi serta daging kambing dan menggantinya dengan asupan protein yang bersumber dari tumbuhan seperti tahu,tempe dan sayuran. Gaya hidup tidak makan daging ini memang lebih ramah lingkungan dan banyak manfaatnya untuk menjaga kesehatan tubuh. So..pilihan untuk menjadi vegetarian atau vegan itu bukan hanya sekedar gaya-gayaan untuk menjaga berat badan yang ideal, tapi merupakan aksi nyata untuk mengurangi jejak karbon demi penyelamatan bumi dari dampak perubahan iklim yang semakin buruk.
2. Memanfaatkan sisa makanan
Tahukah kamu bahwa sisa makanan yang dibuang begitu saja ke lingkungan, turut andil dalam merusak bumi? Limbah makanan yang berada di tempat pembuangan akhir menghasilkan metana dalam jumlah besar. Metana merupakan gas rumah kaca yang lebih kuat daripada karbondioksida (CO2) yang memicu perubahan iklim. Maka dari itu makan secukupnya dan makan sampai habis bisa jadi solusi yang dilakukan oleh setiap individu untuk mengatasi masalah ini.
Namun sisa makanan ini bukan hanya terjadi pada saat kita makan. Tapi dimulai sejak dari distribusi makanan sampai pengolahan pada saat memasak, misalnya sisa sayuran yang kita potong atau bersihkan saat proses memasak. Sisa makanan yang bersumber dari kegiatan ini bisa kita manfaatkan untuk pupuk organik dengan cara komposting. Ada beberapa metode komposting yang bisa dijadikan pilihan dalam memanfaatkan sisa makanan di tingkat rumah tangga, seperti metode komposting dengan gerabah, keranjang takakura, biopori dan lain sebagainya.
![]() |
Metode komposting dengan menggunakan gerabah, biopori dan keranjang takakura |
Saya memilih metode komposting yang paling praktis yaitu sampah organik yang sudah dipilah langsung saya kubur di halaman belakang rumah. Kebetulan saya memiliki halaman yang cukup luas di belakang rumah. Saya juga memelihara beberapa ekor ayam, sehingga sisa makanan ini juga bisa saya gunakan untuk memberi makan ayam peliharaan. Prinsipnya adalah sampah organik dan anorganik harus dipilah dengan baik sehingga tidak tercampur satu sama lain dan masing-masing bisa dikelola demi mengurangi volume sampah yang terbuang di TPA.
3. Membeli produk secara bijak
Saat belanja kebutuhan makanan, sebaiknya kita membuat daftar makanan apa saja yang dibutuhkan supaya kita tidak membeli dalam jumlah yang berlebihan dan berakhir sia-sia atau terbuang begitu saja.
![]() |
Bijaklah dalam membeli produk makanan |
Cara lain yang bisa dilakukan adalah kurangi membeli produk frozen food serta makanan kemasan kaleng atau plastik karena makanan jenis ini memiliki jejak karbon yang tinggi. Sebisa mungkin pilihlah produk makanan dan minuman lokal yang memiliki jejak karbon lebih rendah daripada membeli produk impor.
4. Melakukan reuse dan recycle
Belanja yang kita lakukan sehari - hari juga menghasilkan limbah dalam bentuk wadah atau kemasan plastik pembungkus makanan. Dengan menggunakan tas belanja sendiri serta menggunakan kembali barang yang sudah tak terpakai namun masih layak digunakan serta mendaur ulang sampah anorganik melalui bank sampah merupakan langkah nyata yang bisa kita lakukan untuk turut andil dalam upaya menjaga bumi tetap lestari.
![]() |
Reuse dan recycle untuk jaga bumi lestari |
Jika masih malas untuk pergi ke bank sampah, kita bisa memanfaatkan aplikasi jemput sampah anorganik yang kini banyak tersedia. Cara ini yang saya lakukan di rumah. Kita hanya perlu memilah sampah secara rutin setiap hari. Setelah sampah anorganik terkumpul maka petugas penjemput sampah akan datang ke rumah untuk mengambil, menimbang dan membeli sampah kita. Melakukan reuse dan recycle sebenarnya tidak sulit, hanya butuh kemauan saja untuk melakukannya.
5. Menanam sayur dan buah sendiri di rumah
Dengan menanam sayur dan buah di rumah maka kita bisa mengurangi jejak karbon karena kita tidak perlu menggunakan kendaraan transportasi untuk pergi ke supermarket atau ke pasar. Saya sudah mulai menanam beberapa pohon buah-buahan di halaman belakang rumah saya seperti menanam pohon mangga, sawo dan kelengkeng.
![]() |
Belajar menanam buah, semoga lekas bisa panen |
Memulai hidup minim karbon untuk selamatkan bumi
Mengatasi dampak perubahan iklim tidak bisa dilakukan hanya oleh satu orang atau satu kelompok saja. Butuh kerja sama dan kolaborasi dari semua pihak untuk bisa sukses. Lets #TeamUpforImpact, not give up. Upaya mengurangi jejak karbon akan memberikan dampak nyata apabila setiap individu mau bersama-sama melakukan aksi ini secara konsisten.
![]() |
Lets #TeamUpForImpact |
The Nature Conservancy menyatakan bahwa kita semua perlu mengurangi jejak karbon menjadi kurang dari 2 ton per tahun pada tahun 2050. Menurut para ahli, ini merupakan cara terbaik untuk memastikan bahwa suhu bumi tidak mencapai ambang batas 2 derajat Celcius yang akan memperburuk terjadinya perubahan iklim.
Jika melihat dari hasil perhitungan jejak karbon yang saya hasilkan, ternyata saya belum bisa mencapai target jejak karbon kurang dari 2 ton per tahun. Hitungan jejak karbon saya masih di angka 2,69 ton per tahun. Jadi masih banyak kebiasaan hidup yang harus saya ubah demi memulai gaya hidup minim karbon agar target untuk menekan kenaikan suhu bumi dibawah 1,5 derajat celcius tercapai.
Lalu bagaimana dengan kamu? Berapa jejak karbon yang kamu hasilkan per tahun? Mari kita saling introspeksi diri tentang dosa yang sudah kita lakukan terhadap lingkungan serta langkah apa yang sudah kita realisasikan untuk mengurangi dampak perubahan iklim agar tak menjadi semakin parah. Ini bisa dimulai dengan melakukan hal-hal sederhana #UntukmuBumiku kapan saja dan dimana saja.
"Setiap orang punya dampak terhadap lingkungan, setiap orang seharusnya punya batas emisi karbon yang boleh dikeluarkan setiap tahunnya, dan setiap orang bisa menghasilkan sampah makanan hampir 300 kg per tahun"
Memulai hidup minim karbon bisa dilakukan dengan beberapa cara sederhana, salah satunya adalah mengurangi foods carbon footprint. Jika kita belum bisa mengubah gaya hidup menjadi vegetarian ataupun vegan, tak perlu merasa terbebani. Kita bisa mulai mengurangi foods carbon footprint dengan cara sederhana seperti mengambil makanan secukupnya dan menghabiskannya, atau selalu membawa kotak makanan kemana saja supaya saat kita membeli makanan di kantin atau di warung dan tidak habis, maka makanan itu bisa kita bawa pulang untuk dihabiskan di rumah.
Selain mengurangi jejak karbon dari makanan, kita juga bisa melakukannya dengan cara hemat listrik, mengurangi penggunaan kendaraan bermotor saat bepergian jarak dekat, mengurangi frekuensi naik pesawat, beralih ke penggunaan energi terbarukan dan lain sebagainya.
![]() |
Memulai hidup minim karbon dari hal - hal sederhana tapi konsisten |
Yang terpenting adalah mulai dulu pelan-pelan dengan cara cek kebiasaan hidup sehari - hari, lalu buat aksi nyata tentang kebiasaan apa yang bisa kita ubah untuk memulai hidup minim karbon. Tentunya hal ini harus dilakukan secara konsisten supaya hasilnya nyata. Misalnya kita sering lupa mencabut kabel listrik di rumah saat tidak digunakan, maka pasang stiker untuk mengingatkan semua anggota keluarga agar disiplin mencabut kebel listrik saat tidak digunakan sehingga tidak terjadi pemborosan listrik di rumah. Dengan adanya stiker sebagai pengingat maka lama-kelamaan kebiasaan boros tersebut dapat diubah menjadi gaya hidup minim karbon.
Well, sebagai kaum muda kita tidak bisa diam serta pasrah begitu saja dan membiarkan bumi terus memanas. We must do something..now! Kini dampak perubahan iklim sudah semakin nyata dan dirasakan oleh seluruh umat manusia, sehingga dibutuhkan aksi nyata untuk menentukan langkah atau strategi guna mengatasi dampak perubahan iklim. Mari bersama, kita mulai hidup minim karbon untuk selamatkan bumi.
Referensi :
- https://www.bbc.com/indonesia/dunia-58146664
- https://wanaswara.com/adakah-jejak-karbon-di-makanan-kalian/
- https://tirto.id/pemanasan-global-dimulai-dari-sepiring-makanan-ciBN
- https://www.cleanomic.co.id/post/jejak-karbon-makanan-kita-bagaimana-cara-menghitungnya
- https://mediaindonesia.com/infografis/283961/tren-bencana-di-indonesia-sepanjang-2009-2019
Sumber Ilustrasi :
- https://climate.nasa.gov/resources/global-warming-vs-climate-change/
- https://jakarta.ayoindonesia.com/sehat/pr-76755237/Ini-11-Etika-saat-Berbelanja-di-Supermarket
- https://www.bbcgoodfood.com/recipes/category/all-meat