Finnaly..It's Happen To Me Part.2
by
Arifah Wulansari
- June 25, 2019
Ini lanjutan dari cerita tentang indescribable feeling yang prolognya sudah saya tulis di Finnaly..Its Happen To Me.
Di tahun 2019 ini saya memutuskan untuk kembali mendaftar beasiswa bappenas untuk yang KETIGA kalinya. Pilihan program studi saya kali ini agak berbeda dengan tahun-tahun yang terdahulu karena bappenas membuka pilihan program baru di UGM yaitu magister kepemimpinan dan inovasi kebijakan (MKIK). Rencananya saya mau memilih jurusan itu sebagai prioritas pertama, karena menurut saya jurusan itu paling sesuai dengan tupoksi jabatan saya saat ini.
Di formulir pendaftaran bappenas memang ada kesempatan untuk memilih 5 program studi yang diranking sesuai pilihan prioritas. Dari semua program yang ditawarkan menurut saya jurusan yang paling sesuai dengan latar belakang pendidikan dan jabatan saya adalah MKIK UGM, MEP UGM, MAP UGM, MIL UNDIP dan MIL UNPAD.
Sayangnya rencana saya nggak berjalan mulus. Begitu berkas saya sampai Biro kepegawaian (BKPP) dan setelah melalui proses diskusi serta negosiasi yang alot akhirnya pilihan prodi saya diubah sesuai kebijakan BKPP. Saya hanya diperbolehkan memilih 1 program studi saja yaitu Ilmu Lingkungan. Alasan BKPP, ilmu lingkungan adalah jurusan yang paling linier dengan pendidikan S1 saya. Sejak tahun 2016 sudah ada aturan bahwa tugas belajar PNS harus linier dengan background pendidikan awal. Aturan ini sudah tidak bisa ditawar lagi. Kalo tetep ngeyel maka ijin untuk ikut seleksi tugas belajar tidak akan dikeluarkan. Oh..kejamnya...
Saat itu saya sempat berpikir untuk mundur dan tidak jadi mendaftar. Karena magister ilmu lingkungan yang ditawarkan bappenas hanya ada di undip dan unpad. Padahal saya inginnya kuliah di ugm saja yang nggak perlu hijrah ke luar kota. Supaya saya tetap bisa kuliah sambil mengurus keluarga.
Namun setelah saya diskusikan dengan suami justru suami malah mendorong saya untuk lanjut mendaftar meskipun pilihannya hanya magister ilmu lingkungan. Suami menyarankan saya untuk memilih Undip saja yang lebih dekat dengan jogja. Kata suami saya, apapun yang akan terjadi di depan sana pasti sudah ada yang mengatur yaitu Allah. Jangan sampai saya menyerah sebelum kalah. Ikuti saja instruksi dari BKPP kemudian serahkan hasil akhirnya kepada Allah. Setelah menimbang-nimbang akhirnya saya nggak jadi mundur. Saya kirimkan berkas administrasi pendaftaran saya ke Jakarta di batas waktu hari terakhir pengiriman berkas.
Kali ini saya lolos seleksi administrasi lagi dan saya dapat panggilan ujian TPA pada bulan Maret 2019. Terakhir kali saya ikut ujian TPA adalah tahun 2014. Lima tahun berlalu ternyata soal TPA bukannya semakin mudah, justru semakin sulit. Selama mengerjakan soal TPA saya sudah punya firasat bahwa saya pasti nggak lulus ujian lagi. Tes verbal dan logika penalaran yang jadi andalan saya ternyata nggak bisa saya kerjakan dengan mudah. Tes kuantitatif apa lagi...hiks..dari dulu otak saya memang lemah untuk soal hitung-hitungan. Ujian TPA yang saya lalui saat itu sudah menunjukkan tanda-tanda yang nyata bahwa hasilnya bakalan zonk.
Benar saja seminggu kemudian di website bappenas muncul nama-nama peserta yang lulus ujian TPA gelombang 2 dan saya tidak menemukan nama saya disana. Sedih? Hmm...mungkin iya tapi sedikit. Justru saya lega karena saya sudah berusaha maksimal tapi mungkin takdir saya memang enggak jadi sekolah di semarang. Bagi saya, gagal itu nggak masalah yang penting sudah berusaha. Gagal itu akan jadi penyesalan bagi saya apabila saya tidak berusaha terlebih dulu tapi sudah nyerah duluan. Jikapun ada istilah saya kalah, maka saya kalah dengan terhormat.
Setelah menyadari bahwa saya gagal dan merasa bahwa kesempatan sudah tertutup bagi saya maka saya mantapkan hati dan pikiran saya untuk tidak lagi memikirkan cari beasiswa S2. Saya merasa sudah lelah dengan prosedur ijin yang tidak mudah dan tentunya ujian TPA yang sulitnya naudzubillah. Saya harus mengakui bahwa otak saya tidak secemerlang teman-teman saya yang begitu mudahnya lulus ujian TPA. Nggak seperti saya yang berkali-kali gagal tiap kali ikut ujian TPA.
Kemudian ramadhan tiba...dan tiba-tiba ramadhan...
Di bulan yang suci ini saya dapat email dari pusbindiklatren bappenas yang isinya adalah undangan untuk ikut seleksi gelombang 3. Ini karena kuota yang ditargetkan oleh bappenas belum terpenuhi. Masih tersisa sekitar total 100an kursi mahasiswa yang belum terisi. Untuk mil undip dari 15 kursi yang ditawarkan masih sisa 10 kursi kalo tidak salah. Mungkin karena standar soal Bappenas terlalu sulit. Dari ribuan peserta, yang lolos seleksi gelombang 2 ternyata masih sedikit. Makanya kemudian dibuka lagi seleksi gelombang 3.
Yang menarik dari tawaran seleksi kali ini adalah bagi semua peserta yang gagal maning seperti saya diberi kesempatan untuk ikut ujian TOEFL terlebih dulu di hari jumat, kemudian hari sabtunya baru ujian TPA. Seumur-umur saya memang belum pernah ikut ujian TOEFL nya bappenas. Selama 2 kali nyoba ikut ujian, nasib saya selalu mentok di TPA. Sebenarnya yang bisa ikut TOEFL hanyalah mereka yang sudah lolos TPA. Kalo nggak lolos TPA ya sudah wasalam, jangan berharap bisa nyobain TOEFL. Wah...berarti ini kesempatan langka bukan? Bisa ikut TOEFL duluan sebelum TPA. And...iam curious...
Karena alasan penasaran pengen tau rasanya ikut ujian TOEFL Bappenas akhirnya saya konfirmasi untuk ikut seleksi gelombang 3. Namun saya buang jauh-jauh harapan untuk bisa lulus seleksi, karena niat saya cuma pengen tau kayak gimana sih ujian TOEFL nya Bappenas itu. Jadi kala itu saya bener-bener nothing to loose ikut ujian, nggak ada target apapun.
Sebenarnya saya pernah sekali ikut tes TOEFL secara mandiri di UGM. Sekitar tahun 2008 sebelum saya menikah. Waktu itu niatnya cuma pengen tau aja kira-kira berapa ya skor saya. Bisa nggak ya mencapai 550 biar bisa buat modal cari beasiswa ke luar negri. Tapi ternyata skor saya waktu itu cuma 475. Hah...ya sudah, kemudian saya putuskan untuk tau diri aja deh. Nggak usah coba-coba cari beasiswa ke luar negri. Untuk kursuspun saya nggak punya waktu dan nggak punya duit tentunya.
Balik lagi ke tes TOEFLnya bappenas yang saya ikuti pas ramadhan kemarin. Ternyata soal ujiannya tak semudah bayangan saya. Saat sesi listening, saya bener-bener keteteran karena udah lama banget nggak pernah berlatih listening. Terakhir latihan ya tahun 2008 saat mau ujian TOEFL di UGM. Listening saya parah banget, saya hampir nggak paham dengan percakapan yang saya dengar karena ngomongnya itu cueepeeet banget. Selama ujian lagi-lagi saya cuma bisa baca istighfar sambil merasa prihatin dalam hati...ya Allah..ini kaset ngomong apa yak..aku ora mudeng.
Hari kedua tes TPA juga saya jalani dengan nothing to loose. Karena ini adalah tes TPA kedua yang saya ikuti di tahun 2019, maka saya merasa soal ujiannya nggak sesulit yang pertama kemarin. Bisa jadi bappenas sedikit menurunkan tingkat kesulitan soal TPA nya biar banyak yang lulus dan kuota terpenuhi. Meskipun nggak sesulit yang pertama tapi saya tetap merasa bahwa skor saya nggak bisa mencapai 525 karena jawaban saya banyak yang cuma nebak terutama di tes kuantitatif.
Habis ujian saya pulang dengan perasaan bahagia. Bukan karena saya merasa sukses ngerjain TOEFL dan TPA, tapi karena habis ujian saya mampir belanja dulu ke KARITA...haha...memang ya...belanja itu terbukti bisa bikin para wanita bahagia. Sampai di rumah saya udah melupakan soal ujian. Pas ditanya suami saya jawab kalo saya sudah puas karena bisa ngerasain ikut ujian TOEFL dan TPA yang entah hasilnya seperti apa. Yang penting udah puas aja.
Saya nggak menyangka ternyata kepuasan saya ikut ujian kala itu malah dikasih bonus sama Allah yaitu kini saya dinyatakan lulus seleksi dengan skor yang SUNGGUH SANGAT MEPET SEKALI. Mau tau berapa skor TPA dan TOEFL saya? Skor TPA saya 530 dari syarat minimal 525. Sementara Skor TOEFL saya 460 dari syarat minimal 450. Saat melihat pengumuman akhir, ternyata total ada 10 orang yang diterima di MIL Undip termasuk saya. Dari sepuluh orang itu yang skor TPA nya paling mepet ya saya..trus yang umurnya paling tua..juga saya. Jadi saya udah siap kalo misalnya nanti saya bakalan jadi mahasiwa paling lemot seangkatan. Saya cukup tau dirilah..hehe...tapi bukan berarti saya nggak semangat untuk kuliah...semangat sih tetep.
Tapi saya percaya banget bahwa ada kuasa Allah yang mengatur semuanya. Mana mungkin saya bisa lolos ujian kalo hanya mengandalkan otak saya yang pas-pasan. Saya percaya ini adalah wujud belas kasihan Allah atas usaha saya yang udah berkali-kali mencoba tapi selalu gagal. Thank You Allah...saya nggak akan menyia-nyiakan kesempatan yang telah Engkau berikan ini.
Well, sekarang saya harus mulai menyiapkan hati dan mental saya untuk menjalani petualangan baru. Semarang dan Undip bukanlah sesuatu hal yang asing bagi saya, karena dulu saya pernah kuliah S1 di undip juga. Justru yang akan terasa asing bagi saya adalah manakala saya jauh dari anak-anak dan suami. Gimana kalau saya kangen sama mereka dan mereka juga kangen sama saya. Iya sih semarang - jogja deket, bisa bolak -balik. Tapikan tetep nggak semudah kalo saya tetap stay dan kuliah di Jogja.
Namun justru saya mendapat banyak hikmah dari semua kisah perjuangan ini. Saya sangat percaya bahwa Allah sudah mengatur segalanya untuk saya dan menjadikannya indah pada waktunya. Nggak ada usaha yang sia-sia. Meskipun berkali-kali saya pernah gagal, ternyata dibalik kegagalan itu Allah menyiapkan rencana yang terbaik untuk saya.
Kini saya sedang mengurus ijin tugas belajar. InsyaAllah sebentar lagi saya akan dapat surat bebas tugas dari jabatan saya yang sekarang. See...akhirnya setelah 9 tahun lamanya jadi kasubbag tata usaha, ada juga jalan bagi saya untuk bisa mundur tanpa harus merasa pekewuh. Semoga kedepannya nanti setelah lulus kuliah saya bisa mewujudkan cita-cita saya untuk memulai karir di jalur jabfung.
Kini saya sedang mengurus ijin tugas belajar. InsyaAllah sebentar lagi saya akan dapat surat bebas tugas dari jabatan saya yang sekarang. See...akhirnya setelah 9 tahun lamanya jadi kasubbag tata usaha, ada juga jalan bagi saya untuk bisa mundur tanpa harus merasa pekewuh. Semoga kedepannya nanti setelah lulus kuliah saya bisa mewujudkan cita-cita saya untuk memulai karir di jalur jabfung.
Finnaly..its happen to me..kalo dulu saya cuma bisa mupeng melihat teman-teman saya yang dapat beasiswa tugas belajar, ternyata kini saya tau juga rasanya. Bagi saya sekolah program magister itu bukan sekedar buat gaya-gayaan. Tapi saya memang butuh untuk mengembangkan diri. Setelah kurang lebih 12 tahun mengabdi sebagai PNS, saya memang merasa butuh untuk upgrade isi kepala. Supaya saya nggak gampang pikun dan nggak lemot.
Bismilah..semoga Allah mudahkan dan lancarkan langkah saya untuk menuntut ilmu di mil undip. Kegiatan kuliah akan dimulai pada bulan Agustus 2019 hingga 18 bulan ke depan. InsyaAllah Januari 2021 program kuliah magister saya ditargetkan selesai. Selama saya kuliah nanti, suami bilang dia sanggup untuk menjaga dan mengurus anak-anak di Jogja. Katanya saya nggak usah mikir macem-macem. Fokus aja jalanin kuliah. Suami bener-bener meridhoi niat saya untuk sekolah lagi, meskipun kami harus berjauhan untuk sementara waktu. Jadi nggak ada alasan bagi saya untuk merasa takut sendirian, sedih, galau maupun khawatir akan hal-hal yang belum tentu terjadi. Thanks my hubby..without you iam nothing. Thank you for always love me and support me. Bismillah...iam ready for my new adventure.
Hasbunallah wa ni’mal wakil, ni’mal maula wa ni’man nashir
"Cukuplah Allah menjadi Penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung”