Rebranding Koperasi Di Era Milenial, Bukan Sekedar Berganti Logo

by - July 23, 2019



"Cooperative Enterprises Build A Better World"

International Cooperative Alliance (ICA) atau induk organisasi koperasi dunia mendefinisikan koperasi sebagai kumpulan orang untuk mencukupi kebutuhan dan aspirasi ekonomi, sosial, dan budaya. Caranya dengan membangun perusahaan yang dimiliki bersama dan dikendalikan secara demokratis. Itulah definisi yang berlaku di seluruh dunia, termasuk Indonesia.

Menurut UU No.25 Tahun 1992, koperasi didefinisikan sebagai badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip-prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan. Di dalam UU tersebut juga diatur prinsip
koperasi sebagai berikut :

  1. Keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka
  2. Pengelolaan dilakukan secara demokrasi
  3. Pembagian SHU dilakukan secara adil sesuai dengan jasa usaha masing-masing anggota
  4. Pemberian balas jasa yang terbatas terhadap modal
  5. Kemandirian
  6. Pendidikan perkoperasian
  7. Kerjasama antar koperasi
Sumber gambar : willystreet.coop
Jenis koperasi juga bermacam-macam. Menurut fungsinya, koperasi bisa dikategorikan menjadi beberapa jenis yaitu sebagai berikut :

  • Koperasi pembelian/pengadaan/konsumsi adalah koperasi yang menyelenggarakan fungsi pembelian atau pengadaan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan anggota sebagai konsumen akhir. Di sini anggota berperan sebagai pemilik dan pembeli atau konsumen bagi koperasinya.
  • Koperasi penjualan/pemasaran adalah koperasi yang menyelenggarakan fungsi distribusi barang atau jasa yang dihasilkan oleh anggotanya agar sampai di tangan konsumen. Di sini anggota berperan sebagai pemilik dan pemasok barang atau jasa kepada koperasinya.
  • Koperasi produksi adalah koperasi yang menghasilkan barang dan jasa, dimana anggotanya bekerja sebagai pegawai atau karyawan koperasi. Di sini anggota berperan sebagai pemilik dan pekerja koperasi.
  • Koperasi Jasa adalah koperasi yang menyelenggarakan pelayanan jasa yang dibutuhkan oleh anggota, misalnya: simpan pinjam, asuransi, angkutan, dan sebagainya. Di sini anggota berperan sebagai pemilik dan pengguna layanan jasa koperasi.
Sebuah koperasi bisa menyelenggarakan satu fungsi saja seperti koperasi simpan pinjam. Koperasi semacam ini disebut koperasi tunggal usaha (single purpose cooperative). Namun jika koperasi ingin menyelenggarakan lebih dari satu fungsi juga sangat dimungkinkan, misalnya koperasi simpan pinjam sekaligus punya toko untuk berjualan. Koperasi semacam ini disebut koperasi serba usaha (multi purpose cooperative).
Sumber gambar : lingkar-desa.com
Organisasi ekonomi yang didirikan dengan prinsip kerjasama ini memang tak hanya dikenal di Indonesia. Jaman dulu, bapak koperasi Indonesia yaitu Bung Hatta belajar tentang koperasi dari luar negeri. Pada tahun 1925, beliau pergi ke Denmark, Swedia dan Norwegia untuk belajar tentang praktik koperasi pertanian, koperasi konsumsi dan koperasi perikanan. Perkembangan koperasi di luar negeri juga sangat maju. Koperasi terbesar di dunia masih dipegang oleh koperasi di negara maju, yaitu Groupe Credit Agricole, perancis yang bergerak di sektor perbankan, serta Kaiser Permanente dan State Farm dari Amerika yang masing-masing bergerak di sektor finansial dan asuransi.

Tapi sayangnya koperasi di Indonesia saat ini imagenya masih kurang keren, bahkan dianggap jadul dan tradisional oleh generasi milenial. Persepsi masyarakat terhadap koperasi masih terbatas sebagai tempat meminjam uang, atau bahkan ada yang menganggap koperasi hanyalah sebagai kedok dari bisnis yang bermasalah. Coba saja untuk melakukan survey sederhana dengan cara bertanya kepada generasi milenial saat ini. Adakah kaum muda jaman sekarang yang menjadi anggota koperasi? Mungkin yang menjawab iya jumlahnya tak banyak.

Kondisi semacam ini tentu tidak boleh terjadi. Karena kaum milenial ini justru diharapkan bisa jadi generasi pembaharu yang tetap bisa menjalankan serta memajukan koperasi di Indonesia sehingga dampaknya juga bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara luas.

Rebranding Koperasi di Era Milenial, Bukan Sekedar Berganti Logo

Generasi milenial adalah generasi yang lahir pada tahun 1980-an atau sesudahnya. Karakter utama dari generasi ini adalah mereka lebih mengutamakan penggunaan teknologi, pop culture, toleran dan eksis di media sosial. Saat ini proporsi generasi milenial di Indonesia mencapai sepertiga dari jumlah seluruh penduduk. Ini artinya potensi demografi sebesar itu akan sangat sayang jika dilewatkan begitu saja oleh gerakan koperasi. Namun faktanya menurut beberapa survey dikatakan bahwa 60 % generasi milineal tidak tertarik dengan koperasi.

Rebranding Koperasi merupakan salah satu upaya yang dinilai bisa efektif dalam rangka meningkatkan pamor koperasi di kalangan milenial. Pada tahun 2012, logo koperasi yang berbentuk pohon beringin diubah oleh Menteri Koperasi menjadi bunga teratai dengan warna dominan hijau dengan mengeluarkan Permen No.02/Per/M.KUKM/IV/2012. 

Namun tiga tahun kemudian, Dewan Koperasi Indonesia menganulir keputusan tersebut dengan mengeluarkan surat bernomor SKEP/03/Dekopin-E/I/2015 yang menyatakan bahwa melalui Munas Dekopin 2014 gerakan koperasi kembali pada logo pohon beringin. Perubahan logo koperasi yang terkesan maju mundur ini menunjukkan bahwa ada semacam keengganan untuk berubah dari internal orang koperasi itu sendiri. Mungkin karena tidak ingin kehilangan romantisme koperasi di masa lalu, akhirnya logo lama koperasi masih tetap dipertahankan hingga saat ini.


David Airey seorang brand designer dunia menyebutkan "A logoless company is a faceless man", yang artinya logo yang buruk bak wajah yang tak sedap dipandang. Sementara menurut David E.Carter, pakar branding dunia, mengatakan bahwa parameter logo yang bagus adalah unik atau khas, mudah dibaca, sederhana, mudah diingat, mudah diasosiasikan dengan perusahaan dan mudah diaplikasikan di berbagai material cetak atau digital.

Rebranding sebuah perusahaan memang biasanya diawali dengan perubahan logo, seperti yang sudah dilakukan oleh Pertamina misalnya. Awalnya logo Pertamina berupa ikon kuda laut yang kemudian diubah menjadi tiga bidang warna biru, hijau dan merah dengan model menyerupai huruf P. Dana yang dibutuhkan oleh Pertamina untuk melakukan rebranding ini hingga mencapai 3 Miliar. Hasilnya, logo Pertamina menjadi berkelas setara dengan International Oil Company (IOC).

Belajar dari pengalaman perusahaan yang telah berhasil melakukan rebranding tersebut, seharusnya koperasi tidak perlu merasa ragu untuk meremajakan logonya dan disesuaikan dengan market milenial saat ini. Tidak perlu merasa khawatir bahwa perubahan logo akan merusak nilai historis koperasi, justru peremajaan logo akan menjadi sinyal bahwa koperasi masih tetap eksis dan akan lebih berdaya di era milenial.

Namun rebranding koperasi bukan hanya dilihat dari sudut pandang perubahan logo saja, tapi juga reformasi di internal koperasi dari segi manajerial yang terkesan masih tradisional menjadi strategi marketing yang lebih modern. Hingga saat ini, saya melihat model bisnis koperasi di Indonesia rata-rata masih sangat konservatif. Dimana hampir 60-70 persen model bisnisnya berupa koperasi simpan pinjam. Sementara di luar negeri sana, model bisnis koperasi ini sudah berkembang menjadi beraneka macam seperti baby-child care, sekolah, salon, bengkel, kesehatan hingga bisnis perumahan. Seharusnya koperasi di Indonesia juga bisa lebih cepat menyerap perkembangan teknologi digital, sosial media serta android base yang kini perkembangannya sangat luar biasa. Di saat industri perbankan mulai beralih ke arah platform based, koperasi masih asyik dengan layanan manual dan konvensional yang terkesan kurang profesional. Inilah yang membuat generasi milenial saat ini masih kurang tertarik dengan koperasi. 

Konsep Koperasi Milenial Co-op Untuk Menggabungkan Kekuatan Generasi Milenial

Saya pernah membaca sebuah konsep koperasi milenial yaitu start up co-op. Start up adalah sebuah model bisnis yang menghubungkan antara supply dan demmand ke dalam suatu platform. Istilah co-op atau koperasi di belakang start up ini mengisyaratkan bahwa start up tersebut dibangun berbasis perusahaan koperasi, yakni sebuah koperasi yang menggunakan bisnis non konvensional. Istilah platform co-op ini dipopulerkan oleh Trebor Scholz yang merupakan asisten profesor di New School University New York.  

Start up digital dalam bentuk platform, saat ini merupakan hal biasa seperti Go-Jek, RuangGuru, Shopee, Tokopedia dan lain sebagainya. Namun hal ini akan menjadi tak biasa manakala prinsip koperasi dimasukkan ke dalamnya. Coba bayangkan apabila semua driver Go-Jek juga ikut menjadi pemilik dan pengelola start up yang terlibat dalam pengambilan keputusan. Keuntunganpun dibagi secara merata sesuai peran masing-masing. Mungkinkah hal semacam itu terjadi?
Sumber gambar : open.coop
Didalam platform co-op hal semacam itu mungkin terjadi, karena seluruh pihak yang terlibat di dalamnya akan menjadi pemilik dan pengelola secara bersama-sama. Pegawai, pengguna, produsen dan konsumen tak hanya punya rasa kepemilikan tapi benar-benar menjadi pemilik yang sah dari perusahaan. Mereka semua bisa menentukan keputusan perusahaan dan mendapatkan bagian dari keuntungan. Tak seperti platform start up yang ada sekarang, dimana para mitra dan user tidak mendapatkan keuntungan dan tidak dilibatkan dalam pengambilan keputusan.

Platform co-op ini memang terdengar seperti diawang-awang. Mana ada investor yang mau membagi keuntungan serta kepemilikan perusahaannya dengan orang yang tidak ikut membangun platform? Namun faktanya sudah banyak platform co-op yang sukses dan bisa menjadi inspirasi.

Salah satu contohnya Stocksy yaitu sebuah website yang menjual stock photo dan video berkualitas tinggi dengan asas koperasi. Pemilik website ini adalah para founder, pekerja, fotografer dan videografer yang karyanya dijual pada platform stocksy. Diluncurkan pada tahun 2013 dan kini anggotanya sudah hampir 1000 orang dengan total omzet di tahun 2017 senilai lebih dari 10 juta USD. Selain Stocksy adapula contoh lain platform co-op yang sukses melakukan kegiatan sharing ekonomi dengan anggotanya seperti Fairmondo, Backfeed, Juno, Union Taxi, VTC Cab, Modo, Enspral, Tapazz dan Peerby.

Sumber gambar : kopkuninstitute.org
Di Indonesia juga sudah mulai muncul koperasi yang menggunakan platform co-op semacam ini yaitu Pedi Solution yang diinkubasi oleh Kopkun Institute, berlokasi di Purwokerto. Ini merupakan bentuk koperasi pekerja yang memberdayakan para pekerja di sektor informal seperti tukang becak untuk bekerja sebagai jasa cleaning service sehingga mereka mendapatkan tambahan penghasilan yang bisa meningkatkan kesejahteraan. Ongkos jasa yang diterima oleh pekerja sebesar 80%, sedangkan yang 20% dikelola koperasi pekerja untuk operasional Pedi Help. Selain Pedi Help and cleaning, Pedi Solution juga mengembangkan usaha lain yaitu Pedi Market, Pedi Mart, Pedi Massage, Pedi Kost dan Pedi Social-Service. Pedi Solution mempunyai mimipi agar bisa menjadi percontohan bahwa koperasi juga bisa mengikuti perkembangan era digital dengan bidang bisnis jasa dan ekonomi kreatif.

Konsep koperasi milenial co-op semacam ini sangat bisa dikembangkan di Indonesia. Pemerintah dapat memfasilitasi perkembangan co-op di Indonesia dengan membuat kebijakan, sosialisasi hingga pelatihan yang mendukung perkembangan platform co-op. Misalnya membuat pelatihan tentang start up bagi anggota koperasi dan sebaliknya mengadakan pelatihan koperasi bagi pengusaha start up. Harapannya tentu saja supaya koperasi dan start up bisa saling bersinergi dalam memperkuat perekonomian Indonesia.

Dengan model bisnis semacam ini maka akan lebih banyak generasi milenial yang tertarik bergabung menjadi anggota koperasi. Karena sejatinya konsep koperasilah yang paling tepat untuk mendorong generasi milenial saat ini untuk saling bekerjasama dan menggabungkan kekuatan untuk membangun perusahaan yang berasaskan kekeluargaan sehingga dapat mengantarkan masyarakat mencapai kesejahteraan yang lebih baik. Model start up co-op semacam ini sangat perlu untuk dikembangkan dan diperjuangkan dalam rangka rebranding koperasi di era milenial. Supaya kemajuan teknologi yang terjadi seperti saat ini benar-benar bisa dimanfaatkan untuk mewujudkan kesejahteraan bersama, bukan hanya bagi segelintir pemilik modal saja.

Rebranding koperasi di Era Milenial memang bukan hanya sekedar berganti logo. Namun juga rebranding yang dibarengi dengan inovasi. Tapi inovasi yang dilakukan jangan sampai menyimpang dari dasar dan cita-cita koperasi itu sendiri. Bung Hatta berpesan bahwa yang utama dari koperasi adalah menyelenggarakan keperluan hidup bersama dengan sebaik-baiknya. Bukan mengejar keuntungan seperti perusahaan, bukan pula harus bersaing antara satu koperasi dengan koperasi lainnya. Karena dasar dari koperasi adalah kerjasama. Di dalam koperasi juga tidak dikenal buruh dan majikan, karena persekutuan koperasi adalah kekeluargaan yang mengedepankan prinsip tanggungjawab bersama. 

#lombaDISKOPUKMDIY2019



You May Also Like

2 comments

  1. tulisannya keren dan lengkap, pantes dapat juara 1. Selamat ya, mba...

    ReplyDelete
  2. Waah selamat mba..
    Oh iya logo koperasi kembali ke beringin dr yg teratai lbh krn dasar hukum pembuatan logo teratainya yakni UU 1712012 dijudicial review oleh MK, dicabut dan dinyatakan tdk berlaku dan memberlakukan kembali ke UU No 25 thn 1992. Logo beringin itu dasar hukumnya UU th 92 itu jdilah dikembalikan ke logo tsb.
    CMIIW...
    Just sharing mba ����

    ReplyDelete

Terimakasih Teman-Teman Semua Atas Komentarnya :)