4 Langkah Jitu Dalam Mengatur Keuangan Keluarga

by - September 23, 2016

Di usia pernikahan saya yang sudah menginjak tahun ke-6, saya merasa bersyukur karena saat ini ekonomi rumah tangga kami bisa dikatakan sudah cukup mapan. Kami sudah bisa membeli rumah dan mobil pribadi, punya tabungan yang cukup dan masih sanggup menyekolahkan anak kami di sekolah terbaik. Meski tidak berlimpah, tapi kami merasakan kehidupan yang berkecukupan dan sejahtera. Ini semua bisa kami wujudkan murni dari usaha kami sendiri tanpa bergantung pada bantuan dari orangtua.

Saya dan suami sebenarnya hanya karyawan biasa. Bukan pejabat ataupun pemilik usaha. Namun sejak awal menikah kami berdua memang sudah sepakat untuk mengatur keuangan dengan baik agar mimpi untuk bisa punya rumah sendiri bisa segera terwujud. Jika terus-terusan mengontrak rumah, maka secara ekonomi efek jangka panjangnya juga akan berat. Sehingga bagi kami, kunci agar rumah tangga bisa segera mapan adalah harus punya rumah sendiri dulu.


Karena punya mimpi besar ingin segera punya rumah sendiri, maka kami berdua juga kompak dalam menyusun strategi. Sebagai wanita yang berperan sebagai manager keuangan rumah tangga, saya tentu memegang peran penting dalam urusan pengaturan keuangan keluarga. 

Apalagi saya juga seorang wanita bekerja dimana ada banyak godaan diluar sana seperti keinginan mengikuti tren beli baju, tas branded atau gadget baru seperti yang biasa dilakukan oleh teman-teman wanita di kantor saya. Tapi saya memilih untuk tidak melakukannya. Menurut saya itu mubazir. Saya lebih memilih untuk hemat dan menabung.

Sebenarnya rahasia pengelolaan keuangan rumah tangga saya hanya sederhana. Saya menerapkan 4 langkah jitu dalam pengelolaan keuangan rumah tangga saya :

1. Bagi Uang Gaji Bulanan Ke dalam Amplop Bernama

Setiap awal bulan sesudah terima gaji, baik gaji sendiri maupun gaji dari suami, saya punya kebiasaan untuk mengambil semua uang saya dari rekening bank. Setelah itu uang tersebut saya bagi dalam amplop sesuai alokasinya. Istilah kerennya Budgeting, tapi dengan menggunakan metode amplop bernama. Nama amplopnya juga macam-macam, ada amplop tagihan listrik, telpon, internet, amplop uang sekolah anak, amplop premi asuransi, amplop belanja bulanan, amplop makan harian hingga amplop untuk dana sosial dan dana tak terduga. 


Dengan dibagi habis ke dalam amplop bernama seperti ini maka saya bisa lebih disiplin dalam menggunakan uang karena semua sudah ada pos-posnya masing-masing. Saya jadi tidak tergoda untuk membeli sesuatu yang berada di luar budget. Karena uang di rekening bank juga sudah kosong, sehingga saya juga tidak bisa belanja dengan gesek-gesek kartu ATM seenaknya. 

Nanti diakhir bulan jika ada sisa uang dari masing-masing amplop, maka uang tersebut langsung saya masukkan ke dalam rekening tabungan khusus yang tidak ada kartu ATM nya dan saya simpan sebagai tabungan.

2. Lakukan Pencatatan

Meski sudah dialokasikan ke dalam amplop bernama, namun saya masih tetap melakukan pencatatan sederhana atas penerimaan dan pengeluaran uang saya. Tujuannya untuk merekam semua transaksi yang sudah saya lakukan sehingga saya selalu bisa mencermati ulang kira-kira pengeluaran yang mana yang masih bisa dihemat lagi. 

Yang pernah saya temukan adalah alokasi budget untuk makan harian yang sebenarnya masih bisa dilakukan upaya penghematan, seperti mengurangi frekuensi makan di luar. Hal ini kemudian saya siasati dengan cara lebih sering memasak makanan sendiri di rumah serta membawa bekal makan siang ke kantor demi mengurangi jajan di luar. Terbukti hasilnya memang jadi jauh lebih hemat.

3. Investasikan Sisanya

Dengan menerapkan manajamen amplop dan melakukan pencatatan keuangan maka saya bisa mengatur pengeluaran bulanan saya jadi lebih hemat sehingga diakhir bulan biasanya saya masih punya sisa uang lebih yang bisa ditabung. Sisa ini terus saya kumpulkan dan jika saldonya sudah cukup banyak maka saya memilih untuk menginvestasikannya dalam bentuk deposito dan logam mulia seperti emas. Selain itu saya juga menginvestasikan uang saya dalam bentuk asuransi seperti auransi jiwa atau asuransi kesehatan. Kenapa? karena kita tidak pernah tahu kapan kita akan jatuh sakit dan kapan kita akan meninggal. Dengan ikut asuransi itu artinya kita sudah membentengi perekonomian keluarga termasuk masa depan anak-anak dari resiko kolaps apabila kita jatuh sakit. Dalam memilih produk asuransi saya juga selalu bandingkan asuransi kesehatan yang satu dengan yang lain terlebih dahulu karena tidak mau salah pilih. Biasanya sih saya kalau mau cari produk asuransi dan membandingkan berbagai produk yang ditawarkan maka saya melakukannya via Futuready.com yaitu broker asuransi online pertama yang memegang lisensi resmi dari OJK. Di situs ini kita bisa bandingkan asuransi kesehatan yang satu dengan yag lain secara mudah dan praktis. 


4. Jangan Lupa untuk Berbagi Pada Sesama

Meski menerapkan pola hidup hemat, bukan berarti saya jadi pelit. Saya termasuk orang yang percaya bahwa sebagian dari harta yang kita miliki adalah hak dari orang miskin yang membutuhkan. Sehingga setiap bulan saya juga tidak lupa untuk menunaikan kewajiban saya untuk berbagi pada sesama baik dalam bentuk infak atau sodaqoh. 

Dengan semakin banyak memberi pada sesama, buktinya juga tidak membuat harta saya jadi berkurang justru malah semakin membawa keberkahan dan Tuhan juga semakin melimpahkan rizki bagi keluarga kami. Rizki itu juga tidak melulu dalam bentuk harta benda, namun kesehatan, keselamatan dan kebahagiaan dalam keluarga merupakan rizki yang jauh lebih mahal harganya ketimbang harta yang berlimpah.

Dengan menerapkan manajemen amplop serta memanfaatkan dana hasil investasi, akhirnya kami bisa memiliki rumah sendiri di tahun ke-4 pernikahan kami. Sejak punya rumah sendiri maka alokasi uang yang dulu biasa kami gunakan untuk membayar kontrakan rumah, selanjutnya bisa digunakan untuk membiayai kebutuhan lain seperti ditabung untuk membeli mobil atau untuk menambah investasi.

Itulah cerita tentang rahasia sukses saya dalam mengatur keuangan keluarga saya. Poin pentingnya adalah bahwa kunci kesejahteraan keluarga bukan terletak pada besar atau kecilnya pendapatan, namun lebih pada kemampuan keluarga tersebut dalam melakukan pengelolaan keuangan. Pendapatan yang besar bukan jaminan bagi sebuah keluarga untuk bisa hidup bahagia dan bebas dari hutang, sebaliknya pendapatan yang pas-pasan juga bukan ukuran bahwa keluarga itu akan hidup berkekurangan. Intinya semua pendapatan harus dikelola dengan baik, tidak dihambur-hamburkan tanpa manfaat begitu saja. 



You May Also Like

0 comments

Terimakasih Teman-Teman Semua Atas Komentarnya :)