Ketika TB bersekutu dengan HIV

by - May 25, 2014

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksius yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis. Selain menyerang paru-paru, penyakit ini juga bisa menyerang kelenjar limphe, kulit, otak, tulang, usus dan ginjal. Bila tanpa pengobatan maka 50% penderita TB akan meninggal setelah 5 tahun.

Humman Immunodefisiensi Virus (HIV) adalah Virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia. Seseorang yang terinfeksi virus HIV akan mudah terinfeksi penyakit karena sistem imunitas tubuhnya semakin menurun. Infeksi penyakit ringan seperti influenza bisa jadi sangat berat bila menyerang penderita HIV. Ketika kumpulan gejala penyakit infeksi ini semakin banyak dan berkembang maka akan menjadi AIDS (Acquired Immunodefisiensi Syndrom) dan berakibat kematian.

Lalu apa yang akan terjadi jika TB bertemu HIV? duh..mendengar kata TB saja kita semua sudah tahu bahwa ini merupakan masalah kesehatan yang hingga kini masih jadi masalah utama di Indonesia, apalagi jika ditambah dengan HIV. Kalau kedua penyakit ini bertemu tentunya mereka berdua akan kompak untuk saling bersekutu. Persekutuan antara TB dan HIV ini  dikenal dengan nama koinfeksi TB-HIV yaitu infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang disertai dengan infeksi Tuberkulosis (TB) atau sebaliknya.
Sumber gambar 
Seseorang yang terinfeksi HIV sistem imunitasnya akan jadi lemah dan ia jadi lebih rentan terkena infeksi tuberkulosis serta 6 kali lipat lebih berisiko untuk terkena TB dibandingkan orang tanpa infeksi HIV. Dengan adanya infeksi TB maka pasien dengan HIV positif yang sebelumnya memiliki kondisi stabil tanpa gejala, akan segera menunjukkan kondisi kesehatan yang memburuk bahkan bisa lebih cepat berkembang menjadi AIDS (Acquired Immunodefisiensi Syndrom).Sebaliknya penderita TB yang terinfeksi HIV juga akan jadi lebih berisiko untuk jatuh dalam kondisi TB resisten obat.

Indonesia termasuk negara yang tercepat di kawasan Asia dalam hal laju perkembangan jumlah penderita HIV, sementara di satu sisi jumlah kasus TB juga masih menempatkan Indonesia sebagai salah satu dari 5 negara dengan kasus TB terbanyak di dunia. Hal ini merupakan tantangan besar dalam pengendalian TB dan telah banyak terbukti bahwa pengendalian TB tidak akan berhasil dengan baik tanpa keberhasilan pengendalian HIV. 

Pemerintah telah berupaya untuk menurunkan beban TB pada penderita HIV/AIDS dengan cara mengintensifkan penemuan kasus TB pada pasien HIV/AIDS agar dapat ditemukan dan diobati dengan segera. Kegiatan intensifikasi penemuan kasus TB pada ODHA ini dilakukan dengan menerapkan skrining gejala dan tanda TB pada ODHA dengan mengidentifikasi gejala-gejala TB yang tampak atau dirasakan oleh pasien. Penegakan diagnosis TB pada pasien HIV berbeda dengan alur penegakan diagnosis TB pada pasien tanpa HIV. Hal ini dimaksudkan agar penegakan diagnosis TB pada oDHA tidak tertunda sehingga pengobatannya bisa segera dilakukan. Karena keterlambatan diagnosis TB pada orang dengan HIV akan meningkatkan resiko kematian.

Sebaliknya pemerintah juga berupaya untuk menurunkan beban HIV pada penderita TB dengan cara menyediakan konseling dan tes HIV bagi penderita TB dengan tujuan agar HIV ini juga bisa ditemukan sedini mungkin pada penderita TB sehingga bisa segera dilakukan tindakan pengobatan yang tepat. Konseling dan Tes HIV ini dapat dilakukan dengan 2 pendekatan yaitu :
  1. Pendekatan konseling dan tes HIV atas inisiasi petugas kesehatan
  2. Pendekatan konseling dan tes HIV atas inisiasi klien atau disebut konseling dan tes HIV sukarela
Berdasarkan Permenkes No.21 tahun 2013 tentang Penanggulangan HIV/AIDS, dinyatakan bahwa Konseling atas inisiasi petugas kesehatan (Provider Initiated Testing and Counseling=PITC) harus menjadi bagian dalam penanggulangan TB. 

Sebagai masyarakat tentunya kita juga bisa membayangkan betapa beratnya masalah kesehatan yang timbul akibat persekutuan TB dan HIV ini. Penderita TB saja terkadang masih ada yang dikucilkan masyarakat, apalagi jika penderita TB ini juga menderita HIV atau sebaliknya.

Jika TB dan HIV saja bisa kompak bersekutu dalam menyerang manusia, maka manusiapun seharusnya juga bisa kompak juga untuk bekerjasama dalam melawan TB dan HIV ini. Tidak seharusnya kita menghukum penderita TB / HIV / ko-infeksi TB HIV dengan menjauhi mereka, namun dukungan moral dan sosial harus tetap kita berikan agar beban mereka tidak semakin berat.


You May Also Like

0 comments

Terimakasih Teman-Teman Semua Atas Komentarnya :)